Hanya karena kerapuhan kah
Hingga aku harus menangis dalam puisi
Karena terlalu pedih kah
Hingga aku larut dalam raksa hidup
Bukan hitam atau putih
Bukan genap atau ganjil
Bukan hitungan.....................
Dua dikurang satu sama dengan satu
Bukan Ibu di kurang Ayah sama dengan yatim
Bukan..............
Ayah pergi lalu Ibu tinggal
Ayah menuju keterpisahan
Membuat batas yang tak mampu ku tuju
Kutuju untuk menemuimu sekedar mengadukan Ibu
Ibu yang semakin sedu
Ibu yang selalu meyakinkan ku
Ibu adalah ketangguhan dalam kesendirian
Mengiring hidup ku
Pada permulaan yang akan selalu mendekatkan ku pada akhiran
Akhiran kebahagiaan...........
Atau aku celaka dan durhaka karena menghadiahi Ibu
Dengan sumber air mata tangis
lalu aku pergi kepada Ayah
Lalu aku pulang
Lalu aku mengadu lagi
Ayah.............
mengenang seperti apa lagi yang bisa menyusutkan rinduku
Atau ku lupakan saja...........
Biar aku tak mengingat mu lagi
Karena terlalu tinggi ku raih
Kehadiran mu dalam angan ku
Yah........
Ibu menangis lagi
Ibu terisak lagi
Tapi bukan itu yang aku sesali
Karena kerapuhan sebabnya
Karena pergulatan yang kering ini
Karena kepedihan
Karena pecahan kaca-kaca itu
Kaca yang harus di tapaki
Sementara telapak kaki belum sembuh
Ajari aku Yah.........
Bagai mana membuat senyum Ibu kembali
Ini luka...
Yang bercerita lalu entah
Entah yang tak pernah di mengerti oleh ku
Dan oleh ku juga
berlalu bersama retak waktu
Yang mengeping dan mengecil menjadi kenestapaan
Lalu menitik pada keterpurukan
Dan takkan pernah hilang
Sekalipun telah melewati beribu-ribu malam perenungan
Pada bunga kamboja
Yang masih kaku untuk ku taburkan
Pada masa yang turut mengentakan dalam kesadaran yang mengepung menjadi diam
Selamat tinggal Ayah
Jika Do'a ku sampai
Cukup kirimkan aku senyuman
Selamat tinggal Ayah
Esok jika aku bisa pulang
Akan ku jenguk makam Mu
Aku janji.....
Aku janji.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar